Sejarah Pakaian Toga, Warisan Romawi Bukan Simbol Intelektualitas

natureclothing, Pakaian toga, yang jadi kultur di sebagian momentum di kampus, punya latar belakang sejarah yang erat dengan status dan pembedaan sosial, bukan intelektual, di era Romawi Kuno.
Sejarawan membongkar pakaian toga berawal di era Romawi Kuno. Secara tradisional, toga berbentuk potongan kain panjang sekitar 3,7 hingga 6 meter, yang disampirkan di atas kain polos. Kain ini umumnya terbuat dari wol.

Dikutip Fashion History, toga yaitu baju formal warga negara Romawi yang dikenakan di atas tunik dan dibentuk dalam lipatan di sekeliling tubuh dan di bahu.

Sesungguhnya, ada banyak patung peninggalan zaman Romawi yang menerapkan toga. Tapi, benar-benar sedikit deskripsi yang tersisa dari patung itu.

Arkeolog dan dosen senior di Universitas Terbuka di Inggris, Ursula Rothe, mengukur toga pada dasarnya merupakan soal status, bukan permasalahan kenyamanan.

"Manusia senantiasa mengenakan sesuatu yang tak nyaman, lebih-lebih sebab alasan status," kata ia.

Kelly Olson, sejarawan mode di University of Western Ontario di Kanada terhadap LiveScience, malahan mengucapkan "Aku cuma dapat membayangkan bagaimana rasanya dibalut wol di musim panas Italia. Pasti betul-betul menyeramkan."

Pria kaya pada zaman Romawi mengenakan toga sebagai pedoman status dan kewarganegaraan. Tetapi, toga mungkin tak diterapkan sepanjang waktu.

Rothe mengatakan mereka kemungkinan besar mengisi peran yang mirip dengan setelan bisnis modern, dikenakan untuk profesi administrasi atau acara-acara khusus seperti pernikahan dan pemakaman.

Toga sama sekali tak dikenakan oleh orang Yunani kuno, setidaknya hingga sesudah mereka dijajah oleh Kekaisaran Romawi. Sebaliknya, orang Yunani lebih menyenangi baju yang diketahui sebagai himation, yang juga dikenakan dengan metode digantungkan di leher melambung sampai komponen kaki.

Kecuali itu, tiap individu di Yunani kuno mengenakan himaton, beda dengan nasib toga yang cuma diaplikasikan beberapa besar pria kaya berkewarganegaraan Romawi.

Toga standar berwarna putih pudar, dan jenis apa malahan memperlihatkan sesuatu yang spesifik perihal pemakainya. Hati-si kecil orang kaya Romawi mengenakan toga dengan pinggiran merah tua, yang dialamatkan sebagai simbol perlindungan, hingga mereka menempuh masa pubertas.

Toga abu-abu tua atau hitam disediakan untuk pemakaman, walaupun toga bersulam ungu dan emas dikenakan oleh jenderal yang berjaya.

Tokoh-tokoh politik terpilih lantas dikenali dari nuansa trim ungu toga mereka. Dan calon politisi malahan mempunyai baju khas mereka sendiri.

Saat seorang warga negara Romawi menetapkan untuk mencalonkan diri, ia (dan senantiasa ia) akan mengumumkan kampanyenya dengan memutihkan toganya dengan kapur, sebuah cara kerja yang disebut "candidus " , yang berarti bersih. "Dari situlah kami menerima kata 'kandidat'," kata Olson.

Panjang toga dan gaya tirai juga kerap kali ditemui dikala zaman Romawi. Jangka sebelum Kekaisaran Roma, toga ialah baju yang betul-betul sederhana.

Namun saat Kaisar Augustus naik ke pucuk kekuasaan pada tahun 27 M, toga menjadi panjang, mengalir, dan tebal, kemungkinan membuktikan kemakmuran negara.

Perubahan contoh
Gaya toga kemudian terus berubah. Pada ketika abad ketiga, ini benar-benar dapat digunakan untuk seluruh kalangan.

Relief tertentu dan potongan tembikar dari Roma kuno terlihat membuktikan aksesori toga, seperti pemberat kecil di spot-spot strategis pada busana.

Lalu mengapa dapat hingga berwarna hitam dan digunakan di kampus? Sebagian versi sejarah membongkar kaitannya dengan para profesor di masa lalu yang sadar fashion.

Dikutip dari laman universitas riset katolik di Balgia, KU Leuven, pengaplikasian toga banyak diterapkan secara luas pada abad ke-15.

Itu diterangkan dalam lukisan Last Supper atau Perjamuan Terakhir (bukan The Last Supper-nya D Vinci) karya pelukis Flemish Dirk Bouts, seorang profesor yang sadar mode. Sebagian tokoh dalam lukisan kelihatan mengenakan semacam toga Romawi.

Gaun akademik itu sempat tak disukai di kalangan siswa pada abad 16. Tapi, ada saja kalangan akademik yang menjadi fashionista: Justus Lipsius, umpamanya, senantiasa mengenakan kerah kulit macan tutul di toganya ketika mendidik di Leuven.

Pada abad 17, toga malahan menjadi seperti yang umum ketika ini, hitam dan panjang dengan macam ornamen lainnya seperti topi, demi penyeragaman dan "memberikan kehangatan yang betul-betul diperlukan di aula tanpa pemanas di bulan-bulan musim dingin."

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Comments on “Sejarah Pakaian Toga, Warisan Romawi Bukan Simbol Intelektualitas”

Leave a Reply

Gravatar